Bagaimana Saya Harus Mengambil Sikap Secara Islam

Pernikahan & Keluarga, 16 Januari 2023

Pertanyaan:

Assalamualaikum 

Bismillah, saya seorang ibu dari 4 anak, bagaimana hukumnya seorang suami yang terus melakukan zina dan mabuk mabukan, dan sering ke karaoke. Sedangkan saya cuma seorang ibu rumah tangga tanpa pekerjaan yang setiap saya mengeluh tentang sikap suami, suami pasti akan mendiamkan saya, dan saya tidak pernah dilibatkan mengambil keputusan dalam rumahtangga, kewajiban saya menurut suami cuma mengurus anak saja. Saya takut menegur karena sering terjadi kekerasan, tapi saya menganggap suatu hari bisa sadar tapi berjalannya tahun demi tahun malah semakin parah, sebenarnya saya takut kalo berpisah suami tidak akan memberi nafkah lagi.. bagaimana pembagian harta menurut islam ketika bercerai

Terima kasih.



-- Evi (Karawang)

Jawaban:

Wa alaikum salam warahmatullahi wabarakatuhu.

Ada dua masalah yang dapat kami simpulkan dari pertanyaan yang anda sampaikan. Pertama soal perilaku buruk suami anda, dan kedua soal ketakutan anda jika berpisah dengan suami, bahwa dia tidak akan mau lagi memberi nafkah dan anda tidak akan sanggup menafkahi anak-anak karena anda tidak bekerja.

Perihal suami anda berbuat maksiat dengan berzina, mabuk-mabukan dan ke tempat karaoke, maka perbuatan maksiat itu urusan dia dengan Allah swt. Anda sudah berupaya untuk mengngatkannya dan mendiskusikan perilakunya itu agar dia tidak berbuata maksiat, tapi dia tak menggubrisnya, bahkan anda justru didiamkan dan tidak dilibatkan dalam urusan keluarga. Anda dianggap tidak ada.

Sebenarnya dengan kemaksiatan yang dilakukan oleh suami anda itu, anda sudah berhak untuk mengajukan gugatan cerai. Dalam Kompilasi Hukum Islam diuraikan alasan-alasan gugatan cerai: Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan berikut :

  1. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  2. salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  3. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  4. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
  5. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
  6. antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
  7. Suami melanggar taklik talak;
  8. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.(Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam,  Jo.Pasal  19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975)

Suami wajib memberi nafkah anak-anaknya walaupun dia telah bercerai dengan isterinya. Jika dia tidak mau menafkahi, dia berdosa karena tidak menunaikan kewajiban yang Allah perintahkan kepadanya.

Terkait ketakutan anda bahwa jika anda berpisah dengan suami, dia tidak akan memberi nafkah anak-anak dan anda tidak akan mampu memberi nafkah mereka,karena tidak bekerja, maka ketakutan itu wajar, akan tetapi ketakutan itu tidak dibenarkan. Yang memberi rizki itu bukan suami anda, tapi Allah swt.  Allah menjamin rizki setiap hambaNya. Allah swt berfirman:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

Dan tidak ada satupun makhluk yang berjalan di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya” (QS. Huud: 6).

Dan Rasulullah saw bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

Seandainya kalian benar-benar bertawakkal pada Allah, tentu kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang.”  (HR. Tirmidzi)

Selain perceraian bisa jadi pilihan anda untuk mensikapi perilaku suami anda, ada pilihan lain yang bisa ambil yaitu bersabar dan terus berusaha menasehatinya serta berdoa agar dia bertaubat dan kembali ke jalan Allah.  

Terkait pembagian harta jika terjadi perceraian, maka harta suami dan isteri dapat dibagi seperti berikut:

  1. Harta suami. harta ini milik penuh suami yang didapat dari harta warisan, hibah,hasil kerja, harta yang dimiliki sebelum menikah dan lain sebagainya.
  2. Harta isteri. Harta ini milik penuh isteri yang didapat dari harta warisan, hibah, hasil kerja,harta yang dimiliki sebelum menikah dan lain sebagainya.
  3. Harta bersama. Harta suami dan isteri. Harta ini diperoleh setelah berkeluarga. Harta yang dihasilkan oleh suami dan isteri secara bersama-sama. Seperti harta dari hasil usaha bersama, hadiah atau hibah untuk suami dan isteri dan lain sebagainya. Harta bersama ini disebut harta gonogini.
  4. Harta gonogoni jika bisa diperjelas hak masing-masing suami dan isteri dan bisa dipisahkan mana harta suami dan mana harta isteri, maka hak masing-masing harus diberikan. Tetapi jika harta itu tidak bisa atau sulit dipisahkan, maka harta itu dibagi sesuai dengan kesepakatan atau sesuai dengan kebiasaan yang berjalan di masyarakat

 

Demikian yang bisa  disampaikan. Wallahu a’lam bishowab. (as)



-- Amin Syukroni, Lc